Sumur buntet

Sumur buntet. 
Misteri padang edelweis dan watu sinar pepadang.Disclaimer: cerita ini hanya hiburan yang saya tulis berdasarkan cerita kisah nyata dan fiksi.

Mari kita mulai ceritanya. 
 
Lutfi, ia seorang seniman berambut gondrong berusia 24 tahun dengan jiwa petualangnya yang membara. hobi hiking dan mountaineering telah membawanya ke berbagai penjuru nusantara, dan ia memiliki rasa keingintahuan tinggi mengenai hal-hal mistis. ia sedang menatap lukisan abstrak di kanvasnya dengan tatapan kosong. Hari ini, imajinasinya terasa hampa. Ia merindukan petualangan, dorongan adrenalin yang memacu kreativitasnya. Teringatlah sebuah legenda yang ia dengar dari seorang kakek tua di desa bajulan, loceret, nganjuk, Jawa timur. tentang Padang Edelweis misterius di lereng Gunung Wilis yang dijaga para roh penunggu, dan menyimpan rahasia watu Sinar Pepadang. 
Legenda tersebut menceritakan tentang seorang pangeran yang diusir dari kerajaannya. dalam pengasingannya, pangeran menemukan Padang Edelweis yang indah berada di lereng gunung wilis dan bertemu dengan seorang putri kayangan. singkat cerita Merekapun saling jatuh cinta dan menikah. Pangeran tersebut kemudian menemukan watu Sinar Pepadang yang memiliki kekuatan magis. watu itu membantu pangeran untuk kembali ke kerajaannya dan mengalahkan musuh musuhnya. Namun, pangeran menjadi serakah dan ingin memiliki lebih banyak kekuatan. Ia mencoba untuk mengambil watu Sinar Pepadang dari Gunung Wilis. Akan tetapi, roh penunggu gunung menghentikannya. mengutuk pangeran dan watu Sinar Pepadang. dari cerita ini, Keingintahuan Lutfi mengalahkan rasa takutnya. Ia memutuskan untuk mencari Padang Edelweis dan watu Sinar Pepadang. Ia berbekal perlengkapan mountaineering dan perlengkapan pendukung seperti, peta tua, kamera, dan buku mantra kuno milik kakeknya. 

Sebelum memulai pendakian, Lutfi mengunjungi sesepuh desa bajulan untuk meminta izin dan doa restu. Sesepuh desa memberikannya beberapa nasehat dan jimat pelindung. Lutfi juga bertemu dengan seorang gadis desa bernama Laras yang tertarik dengan ceritanya. Laras menawarkan diri untuk membantu Lutfi dalam perjalanannya. Laras memiliki pengetahuan tentang tanaman obat atau ramuan penangkal. dan sedikit pengetahuan tentang legenda Gunung Wilis. 
 
Pada keesokan harinya, sabtu pahing 18 september 2021. Lutfi dan Laras janjian bertemu di museum desa bajulan pada jam 12 siang. "halo laras, sudah lama menunggu disini? maaf ya aku sedikit telat" sapa lutfi. "gak apa apa coi, aku juga baru 5 menit nyampe disini!" jawab laras. "ok, apakah semuanya aman?" tanya lutfi lagi. "beres coi, semua sudah siap, tinggal let's go aja kita coi!" jawab laras. "baiklah, sebelum berangkat mari kita berdoa dulu!" imbuh lutfi menutup perbincangan mereka.

setelah semuanya siap, dari sini petualanganpun dimulai. 
di awal perjalanan, lutfi dan laras melewati jalan perkampungan makadam berbatu, dan jalanan yang terbalut aspal yang sudah rusak. "ini sungguh awal perjalanan yang membosankan ya ras?? kata lutfi sambil menunjuk jalur makadam didepanya. "ya wajar cooi! ini kan masih di jalanan kampung! sahut laras dengan senyum manisnya. Ditengah perjalanan di area persawahan desa setempat yang sedikit membosankan, lutfi dan laras mengisi obrolan obrolan santai untuk mengurangi rasa kepenatan yang saat itu cuaca sedikit panas. setelah beberapa saat kemudian, kini lutfi dan laras telah sampai di batas desa dan mulai memasuki hutan pinus dengan jalanan setapak jalur wisata yang sudah di paving. 
Terlihat pemandangan ladang ladang penduduk yang sedang ditanami singkong dan cabai. tampaknya penduduk desa setempat selain memanfaatkan getah pohon pinus, mereka juga memanfaatkan hutan ini dengan sistem tanam tumpangsari. 
Kita kembali ke lutfi dan laras. dari komunikasi yang terjalin selama di perjalanan, terlihat lutfi dan laraspun kini menjadi semakin lebih akrab. 
 
Setelah sekitar 1 jam mereka berjalan menyusuri jalanan makadam, aspal, sampai jalanan paving, tibalah saatnya lutfi dan laras memasuki di jalan setapak lereng gunung wilis yang sesungguhnya. 
"petualangan dimulaaaaai! laraas! are you readiiiiiii! ha ha ha ha!" teriak lutfi sambil menunjuk laras dengan tawa kegilaanya. "aah, sudah gila kamu cooi! jawab laras yang tak bisa menahan tawanya. Pemandangan indah Gunung Wilis menyapa mereka. mulai sawah terasering yang hijau, hutan pinus yang menjulang tinggi, hutan alam yang seakan tidak pernah tersentuh manusia sampai sinar mataharipun tidak dapat menembus kerimbunanya, hingga air terjun yang menyegarkan. 
sesekali mereka berpapasan dengan penduduk lokal yang pulang dari mencari pakan kambing atau sap, dan para pendaki dari berbagai kalangan baik dari pelajar SMA, mahasiswa, ataupun kalangan umum yang sedang turun dari acara pendakian mereka. setelah hampir 2 jam mereka berjalan menyusuri jalanan setapak yang menyenangkan dengan berbagai flora yang mereka temui. kini mereka berdua mulai memasuki kawasan hutan bambu yang mengharuskan mereka untuk menyeberangi sungai besar berbatu. yang kebetulan pada saat itu arus airnya tampak sedang bersahabat. lutfi dan laras mulai menyeberangi sungai yang sedikit membutuhkan fokus dan energi untuk ketepatan mereka melompat, dan ketepatan menempatkan pijakan kaki dari satu batu ke batu yang lain. dan merekapun berhasil menyeberangi sungai itu untuk memasuki kawasan hutan bambu. ditepian sungai dengan bersandar santai pada sebuah batu besar mereka berdua memutuskan untuk rehat sejenak. 
disela sela istirahat, lutfi dan laras mengabadikan moment kebersamaan mereka dengan mengambil beberapa video dan photo pada spot spot menarik yang terdapat di area itu. setelah puas berekspresi dengan canda tawa mereka mengabadikan moment kebersamaan, dan cukup beristirahat, perjalanan merekapun berlanjut. 
 
setelah beberapa saat di tengah perjalanan mereka di hutan bambu, lutfi dan laras bertemu dengan seorang pendaki tua yang katanya sedang tersesat. Lutfi, laras, dan pendaki tua itupun akhirnya terlibat dalam suatu obrolan yang sedikit serius. kasihan melihat keadaan pak tua tersebut, lutfi dan laras menawarkan air minum dan makanan kecil. Pak tua yang mereka temui terlihat tidak membawa perbekalan apapun. pendaki tua ini hanya mengenakan setelan hitam khas pakaian orang jawa kuno atau yang biasa disebut “baju penadon” yang tampak sudah sangat kusam, sarung yang dikalungkan dilehernya, dengan ikat kepala “udeng” coklat, dan tongkat kayu ditangan. "!!pendaki tua ini terlihat bukan seperti seorang pendaki!!" kata lutfi dalam hati. Dilihat dari penampilanya, pak tua itu memang lebih mirip seperti seorang pemburu atau pertapa yang sudah bertahun tahun hidup didalam hutan lereng wilis. Singkat cerita, pendaki tua itu menyampaikan kisahnya tentang bagaimana dia terobsesi dengan watu Sinar Pepadang dan akhirnya kehilangan akal sehatnya. "oh, ternyata dugaanku benar!!" Kata lutfi dalam hati. lutfi dan laras hanya mengangguk anggukkan kepala dan mencoba menjadi pendengar yang baik dengan cerita pak tua tersebut. Kisah pendaki tua itu membuat Lutfi dan Laras semakin berhati-hati. karena dilain hal soal cerita si kakek pendaki tadi, dihutan bambu ini ada cerita rakyat turun temurun yang sampai sekarang masih diyakini. ia adalah sosok wanita paruh baya yang terkadang suka jahil dengan penduduk desa yang sedang mencari rebung, atau kepada pendaki yang kebetulan sedang apes melintasi hutan ini. ia adalah sosok embok gondok. penghuni dan penunggu hutan bambu ini. ia mempunyai perawakan agak gendut mengenakan pakaian adat abdi dalem yang mirip dengan pakaian khas seorang dayang dari puteri atau permaisuri kerajaan. 
jika sedang jahil, sosok embok gondok ini suka bikin jantungan, bahkan korban bisa pingsan ditempat. karena ia akan memanggil korban dengan tiba tiba dari tempat dan waktu yang tidak pernah terduga, dan suaranya sangat jelas karena terasa berada didekat telinga. saat memanggil orang yang sedang dijahili, ia menampakkan wujudnya seperti manusia biasa, dengan pandangan mata yang kosong mengarah keatas. wajah pucat, ada gondok besar dilehernya, dan gelungan rambut yang tampak berantakan. ia akan tertawa terbahak-bahak saat yang dijahili lari karena ketakutan. Dan ia akan terisak isak seakan mau menangis keras saat orang yang dijahili tampak tenang dan tetap berjalan tanpa menoleh atau menghiraukanya. konon jika sedang melintas dihutan bambu ini jangan pernah jalan sendiri atau berjumlah ganjil. jangan saling berjauhan. jangan hiraukan panggilan dari suara yang tidak dikenal apalagi suara wanita. jangan melintasi hutan ini menjelang maghrib, dan pantangan terakhir saat melintas di hutan bambu ini dilarang bicara kotor atau bicara yang tidak perlu.  
 
Setelah bercerita dan meminta sedikit makanan dan air tambahan, pendaki tua itupun pergi meninggalkan lutfi dan laras begitu saja.  
tak lama berselang setelah pak tua itu pergi, lutfi dan laras melanjutkan perjalananya. 
setelah hampir 1 jam mereka menyusuri hutan bambu yang sering membuat bulu kuduk berdiri, lutfi dan laras kini sampai dihutan alam yang ditumbuhi pohon rotan, pohon pohon besar yang mirip beringin dan pepohonan menjulang tinggi nan rimbun yang mereka tidak ketahui namanya. 
Pendakian mereka diwarnai dengan berbagai flora dan fauna unik nan menarik. Bunga anggrek liar dengan warna-warni yang mencolok menghiasi pepohonan. Lutfi dan Laras juga melihat beberapa hewan langka, seperti elang Jawa dan lutung Jawa, orang jawa menyebutnya budeng. 
setelah beberapa jam perjalanan yang sangat menyenangkan dikawasan hutan alam, sesaat kemudian sampailah mereka di sebuah perkampungan di lereng wilis yang saat itu waktu sudah menjelang sore. 
 
Di beberapa rumah area perkampungan lereng wilis yang mereka lalui, Lutfi dan Laras bertemu dengan penduduk desa yang ramah. ia adalah embah jan. setelah beberapa saat basa basi santai, obrolan mereka pun berujung tawaran embah jan yang mengajak lutfi dan laras untuk singgah dirumahnya. tanpa pikir panjang, lutfi dan laras pun mengiyakan tawaran embah jan. kemudian mereka berjalan mengikuti embah jan dari belakang yang sedang membawa rumput. ditengah perjalanan menuju rumah embah jan, lutfi dan laras banyak menemui dan berpapasan dengan penduduk kampung setempat yang begitu hangat, dan ramah menyapa mereka dengan senyuman. sesampainya didepan rumah embah jan, tampak seorang nenek yang sedang menyapu teras rumah. "apakah nenek itu istri embah jan?", tanya laras. "iya nak laras!!", jawab embah jan. sesampainya dihalaman teras rumah embah jan, lutfi dan laras disambut senyuman hangat dan sapaan yang ramah. "eh, eeeh lah ini siapa kek yang diajak kerumah?" tanya nenek kepada mbah jan. "ini nak lutfii, dan ini nak laras nek!" jawab embah jan kepada istrinya. sambil tersenyum embah jan memperkenalkan istrinya yang bernama embah minem kepada lutfi dan laras. lutfi dan laras pun mengulurkan tangan kepada embah minem untuk memperkenalkan diri dengan mencium tangan embah minem. sesampainya dirumah embah jan dan ngobrol santai dengan pemilik rumah, lutfi dan laras menyempatkan diri untuk melihat lihat perkebunan kecil yang ada disekitar pekarangan rumah embah jan. yang saat itu sedang ditanami sayuran sawi, tomat dan cabai yang baru akan mengembang. mereka terlihat sangat menyukai suasana kampung lereng wilis yang begitu asri dan udaranya yang sejuk. tak puas sampai disitu, mereka mengeksplor tempat lain yang sedikit agak jauh dari belakang rumah embah jan. mereka duduk diatas bebatuan besar dipinggir sungai sambil ngobrolin soal rencana perjalanan mereka nanti malam.

(tunggu bagian kedua) :D

Komentar

Posting Komentar